Problematika Pengumpulan Alat Bukti Dalam Penyidikan Tindak Pidana Pencurian Informasi Data Mesin ATM Bank BNI Cabang Padang (Studi Pada Satreskrim Polresta Padang)
DOI:
https://doi.org/10.31933/f8c1n842Keywords:
Skiming, Problematika Hukum, Alat BuktiAbstract
Pada tanggal 22 Oktober 2020 diterima Laporan Polisi Nomor: LP/569/A/X/2020/Resta-SPKT unit III, terkait kasus skimming yang terjadi pada mesin ATM Bank BNI. Skiming adalah salah satu tindak pidana di bidang perbankan, dimana pelaku tindak pidana ini menyalin informasi data kartu ATM nasabah pada strip magnetik secara illegal. Tindak pidana skimming ini diatur dalam Pasal 363 ayat (1) angka 4 KUHP atau Pasal 46 juncto Pasal 30 atau Pasal 47 juncto Pasal 31 UU ITE. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yang didukung pendekatan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa: Pertama, Pengumpulan alat bukti dalam penyidikan tindak pidana pencurian informasi data mesin atm Bank BNI Cabang Padang di Satreskrim Polresta Padang adalah didasarkan pada keterangan saksi-saksi, ahli, para tersangka serta dikaitkan dengan alat bukti lainnya bahwa para tersangka, telah melakukan pembobolan data mesin ATM Bank BNI. Tindak pidana yang dilanggar adalah Pasal 30 ayat (2) juncto Pasal 46 Ayat (2) juncto Pasal 32 ayat (2) juncto Pasal 48 Ayat (2) UU ITE juncto Pasal 55 KUH Pidana. Kedua, Problematika yang dihadapi penyidik Satreskrim Polresta Padang dalam pengumpulan alat bukti tindak pidana pencurian informasi data mesin ATM Bank BNI Cabang Padang adalah mencakup problematika hukum dan problematika non hukum. Problematika hukum adalah belum ada undang-undang khusus yang mengatur tentang pembobolan ATM. Untuk mengatasinya pihak kepolisian selaku penyidik menggunakan ketentuan Pasal 30 ayat (2) juncto Pasal 46 Ayat (2) juncto Pasal 32 ayat (2) juncto Pasal 48 Ayat (2) UU ITE juncto Pasal 55 KUHP. Problematika non hukum adalah: 1) sulit mendatangkan ahli di bidang ITE; 2) pada saat pemeriksaan para tersangka menyampaikan keterangan yang berbelit-belit 3) hasil analisis forensik digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika memakan waktu yang lama.
References
Abdul Wahid, dan Mohamad Latib, Kejahatan Mayantara, Rafika Aditama, Bandung, 2005.
Budi Suhariyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime):Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya, Rajawali Pers, Jakarta, 2013.
Jovin Ganda Ramdhan dan Sumiyati, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Korban Skimming Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 12, Nomor 1, 2019.
Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyidikan Dan Penyelidikan), Sinar Grafika, Jakarta, 2011.
Niniek Suparni, Cyberspace Problematika dan Aplikasi Pengaturannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2023 Rudi Chandra, Iyah Faniyah, Susi Delmiati (Author)
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.