Penerapan Unsur Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi Pada Tahap Penyidikan di Satreskrim Polres Solok Kota

Authors

  • Fahmiron Universitas Ekasakti Author
  • Evi Wansri Universitas Ekasakti Author

DOI:

https://doi.org/10.60034/4prqjg79

Keywords:

Unsur Tindak Pidana, Perdagangan, Satwa Liar, Penyidikan

Abstract

Perdagangan satwa yang dilindungi merupakan suatu tindak pidana yang mempunyai sanksi pidana dan denda sesuai yang tertuang dalam Pasal 21 ayat (2) juncto Pasal 40 ayat (2) dan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.  Penerapan unsur tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi oleh penyidik Satreskrim Polres Solok Kota  adalah pada unsur subyektif yaitu unsur unsur yang terpenuhi adalah  Unsur setiap orang.  Berdasarkan keterangan dari saksi-saksi  dan tersangka serta dikuatkan dengan barang bukti yang ada, maka yang melakukan Tindak pidana tersebut adalah orang perorangan. Unsur selanjutnya memiliki dan menyimpan sisik trenggiling sebanyak lebih kurang 2 Kg, tersangka lainnya memiliki dan menyimpan kulit serta tulang beruang tanpa izin dari pejabat yang berwenang. Unsur Dilarang untuk menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang di lindungi. Setelah melihat arti dari makna kata tersebut di atas, dalam pasal ini juga terdapat kalimat bagian kulit atau bagian tubuh satwa yang di lindungi yang harus terpenuhi unsurnya.  Kendala dalam penerapan unsur tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi oleh penyidik Satreskrim Polres Solok Kota adalah pertama yaitu kurangnya koordinasi dari aparat yang berkompetensi. Sulitnya melacak tuntas tersangka dan orang-orang yang berada dibalik kasus tersebut. Mata rantai terhadap perburuan satwa liar ini sangat tertutup dan rapi Pada dasarnya ada 3 komponen yang berperan dalam mata rantai tersebut yaitu pemburu (poacher), pedagang (trader) dan pembeli (buyer). Ketidakmampuan membuktikan keterlibatan mereka dalam kasus tersebut. Kurangnya Pengetahuan Aparat Penegak Hukum juga menjadi kendala dalam penerapan unsur tindak pidana ini. Penyebab dari ketidakmampuan aparat penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus perburuan dan perdagangan satwa liar adalah kurangnya pengetahuan akan penanganan satwa liar yang dilindungi. Penyidik sulit melakukan identifikasi terhadap jenis satwa, akibatnya kasus yang ditangani akan membutuhkan waktu yang lama.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Abdullah Marlang, Rina Maryana, Hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Mitra Wacana Media, 2015.

Ahmad Redi, Hukum Sumber Daya Alam Dalam Sektor Kehutanan, Sinar Grafika 2014

Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002

Direktorat Jendral Bea dan Cukai, Jaga Alam, Lindungi Flora dan Fauna Indonesia, Warta Bea Cukai, Jakarta, 2015.

Eva Syahfitri Nasution, ‘Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Pencucian Uang’, (2015) 2 (8) Jurnal Mercatoria.

http://profauna.net/id/fakta-satwa-liar-di-indonesia#.WmLvzPmnHIU

Ismu Gunadi W dan Jonaedi Efendi, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana (Jilid 1) Dilengkapi Buku l, Liberty, Yogyakarta, 2011

Johan Iskansdar, Keanekaan Hayati Jenis Binatang: Manfaat Ekologi Bagi Manusia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2015

ProFauna Indonesia, Islam Peduli Terhadap Satwa, Al-Hikam, Malang, 2010

Salim, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Sinar Grafika, 2008

Petrus Riski, Pentingnya Penguatan Hukum dalam Perlindungan Satwa Liar di Indonesia’, VOA Indonesia

Risanti, ‘Pelaku Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Akan Dijerat UU Pencucian Uang’, IAR Indonesia, (2017),

Petrus Irwan Panjaitan & Chairijah, Pidana Penjara Dalam Perspektif Penegak Hukum Masyarakat dan Narapidana, Indhili, Jakarta, 2009

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, 1996

Downloads

Published

2024-07-16

Issue

Section

Articles

How to Cite

Fahmiron, & Wansri, E. (2024). Penerapan Unsur Tindak Pidana Perdagangan Satwa Liar Yang Dilindungi Pada Tahap Penyidikan di Satreskrim Polres Solok Kota. Ekasakti Legal Science Journal, 1(3), 225-233. https://doi.org/10.60034/4prqjg79