Penggunaan Alat Bukti Surat Perintah Perjalanan Dinas Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi (Studi Pada Kejaksaan Negeri Pasaman Barat)
DOI:
https://doi.org/10.60034/cypm7883Keywords:
Alat Bukti Surat, Korupsi, PenyidikanAbstract
Korupsi di Indonesia telah banyak merugikan keuangan negara. Hal ini yang membuat pemerintah Indonesia membuat sebuah peraturan perundang-undangan mengenai korupsi, dirumuskan dalam Undang-Undang tersendiri diluar KUHP. Sebagai tindak pidana khusus tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Korupsi adalah subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan dan ketidakpedulian yang luar biasa akan akibat-akibat yang diderita oleh masyarakat. Penggunaan alat bukti surat perintah perjalanan dinas dalam penyidikan tindak pidana korupsi pada kejaksaan negeri Pasaman Barat adalah alat bukti surat temuan pihak kejaksaan selama penyidikan. Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Pasaman Barat ini melakukan kunjungan kerja ke berbagai instansi di Pulau Jawa yang masing-masing dengan agendanya melakukan tindak pidana korupsi dengan membesarkan anggaran seperti kuitansi pembayaran hotel, biaya rental mobil, tiket pulang pergi yang menyebabkan kerugian negara. tindak pidana korupsi yang ditemukan setelah adanya proses laporan hasil audit dalam rangka perhitungan kerugian keuangan negara terhadap pembayaran belanja perjalanan dinas pada sekretariat DPRD Kabupaten Pasaman Barat Tahun Anggaran 2019 Nomor: 700/36/LHA.DTT/Inspekt-2021 tanggal 05 Oktober 2021 oleh Inspektorat Kabupaten Pasaman Barat. Penyidik menemukan kendala yaitu alat bukti surat yang dijadikan alasan sudah hilang atau sulit untuk ditemukan korupsi dilakukan oleh sekelompok orang atau beberapa orang yang saling menikmati keuntungan dari hasil perbuatannya, sehingga saling menutup diri/melindungi, korupsi dilakukan secara bersama-sama karena kelima terdakwa melakukan perjalanan dinas luar kota ke kota yang sama tetapi dengan tujuan instansi berbeda-beda sehingga masing-masing terdakwa mengakibatkan kerugian negara yang berbeda-beda yang mengakibatkan penyidik mengalami kesulitan karena harus merincikan satu persatu.
Downloads
References
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002.
Audra Ananda Fairina, Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Melalui Penerapan Pembelian Langsung Berdasarkan Sistem Katalog, Elektronik, (E-Purchasing), Tesis, Fakultas Hukum Universitas Lampung, Lampung.
Afiah, Barang Bukti Dalam proses Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 1998.
Michael Barama, Model Sistem Peradilan Pidana Dalam Perkembangan, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. III/No. 8/Januari – Juni 2016.
Michael Barama, Model Sistem Peradilan Pidana Dalam Perkembangan, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. III/No. 8/Januari – Juni 2016.
Mien Rukmini, Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi, Alumni, Bandung, 2010.
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana: Perspektif Eksistensialisme dan Abilisionalisme, Cetakan Ke-II Revisi, Bina Cipta, Bandung.
Sudarto, Hukum Pidana 1, Alumni, Bandung, 1977.
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Pt.Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2010.
Tjandra Sridjaja Pradjonggo, Sifat Melawan Hukum dalam Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Indonesia Lawyer Club, Surabaya, 2010.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Reni Masri, Otong Rosadi (Author)
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.